Rabu, 26 September 2012

Penanganan Anak-Anak Terlantar

Setiap bangsa pastinya memperhatikan pentingnya pembinaan terhadap anak-anak dan generasi muda. Dari merekalah kelak akan muncul penerus dan kepemimpinan sebuah bangsa. Dalam sebuah ungkapan hikmah dikatakan “sibyanul yaum, rijalul ghad – anak-anak hari ini, pemuda di hari esok.”

Umat Islam pun membutuhkan lingkungan, pendidikan dan kesehatan yang baik anak-anak mereka. Dari kondisi yang baik maka akan mudah dimunculkan para pemuda yang baik pula. Sebaliknya, bila anak-anak kaum muslimin tumbuh di lingkungan yang tidak baik, tidak mendapatkan pendidikan yang layak,  juga tidak mendapatkan pemenuhan kebutuhan pokok yang baik, itu adalah ancaman di masa depan bagi umat ini.

Seyogyanya kita patut prihatin bila memperhatikan keadaan umat ini. Menurut catatan Menurut data Departemen Kesehatan (2004), pada tahun 2003 terdapat sekitar 3,5 juta anak menderita gizi kurang, dan 1,5 juta anak menderita gizi buruk,1 serta menurut WFP 150.000 di antaranya  marasmus-kwashiorkor.

Sedangkan jumlah anak jalanan pun meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan informasi dari Pusat Data dan Informasi Kementerian Sosial (2008), jumlah anak jalanan sebesar 232.984 jiwa. Jumlah tersebut cenderung meningkat bila dibandingkan tahun 2007 sebanyak 104.000 anak dan tahun 2006 sebanyak 144.000 anak.

Orang tua jelas adalah pihak pertama yang bertanggung jawab atas pembinaan dan nafkah anak-anak mereka. Di tangan orang tualah nasib anak-anak kaum muslimin ditentukan dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلَائِكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللَّهَ مَا أَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُونَ مَا يُؤْمَرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”(QS. at-Tahrim: 6).

Ironinya, banyak orang tua yang sebenarnya mampu mendidik anak-anak mereka justru melepaskan tanggung jawab pengasuhan ini kepada orang lain. Mereka menyerahkan anak-anak mereka ke sekolah-sekolah atau pondok pesantren, tanpa mau bekerja keras lagi untuk mendidiknya dengan pendidikan agama. Mereka melupakan peran pokok orang tua sebagai pendidik bagi anak-anak mereka sendiri.

Lebih ironi lagi ada orang tua muslim yang sibuk mendidik anak orang lain apakah sebagai guru atau ustadz/ustadzah tapi melepas pengasuhan anak-anak mereka kepada orang lain. Hal ini seperti ini persis gambaran di AS, ketika banyak wanita keluar rumah untuk mengurus anak orang lain sebagai baby sitter, sedangkan anak mereka diasuh oleh baby sitter yang lain.
           
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.”(QS. al-Anfal: 28).

Akan tetapi pendidikan anak bukan saja tanggung jawab orang tua, melainkan juga tanggung jawab negara. Islam menetapkan kepala negara harus mengurusi kepentingan seluruh rakyatnya, termasuk anak-anak kaum muslimin dan masyarakat secara umum. Nabi saw. bersabda:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya.”(HR. Bukhari).

Di masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab ra., anak-anak diberikan subsidi oleh khilafah bahkan semenjak mereka masih dalam masa penyusuan.

Selain itu, khilafah juga bertanggung jawab menyediakan sarana pendidikan yang terbaik dan cuma-cuma bagi masyarakat. Demikian pula kesehatan mereka pun menjadi tanggungan negara. Hal ini telah dicontohkan sejak jaman Nabi SAW. Bagi keluarga-keluarga miskin mereka pun mendapat bagian dari Baytul Mal di antaranya pos zakat dan juga bantuan lainnya.

Perhatian dan pelayanan negara terhadap rakyatnya ini harus berjalan secara aktif. Dalam sejarah kita bisa membaca bagaimana Amirul Mukminin ra. sering berkeliling kota Madinah untuk mengetahui keadaan rakyatnya. Bahkan diriwayatkan bahwa Beliau dan istrinya pernah membantu warganya yang akan melahirkan. Subhanallah! Inilah bentuk pelayanan negara yang terbaik bagi rakyat.

Akan tetapi dalam sistem demokrasi yang memberlakukan kapitalisme, pelayanan kepada rakyat diberikan dalam ukuran yang amat minim. Jangankan subsidi, membantu memberikan lapangan kerja bagi masyarakat pun minim. Sehingga banyak orang tua yang tidak mampu menafkahi anak-anak mereka karena terjerat kemiskinan.

Demikian pula fasilitas pendidikan dan kesehatan yang berkualitas hanya bisa dijangkau oleh mereka yang mampu saja. Sedangkan yang tidak mampu hanya bisa menikmati pelayanan ala kadarnya atau tidak dilayani sama sekali.

Inilah prinsip survival of the fittest – yang kuat dialah yang menang –. Prinsip pengurusan rakyat seperti ini telah menelantarkan ratusan ribu anak-anak kaum muslimin. Ada di antara mereka yang mati sebelum lahir karena ibunya menderita gizi buruk, ada yang cacat, ada yang lahir tapi menderita, dan ada pula yang terlantar di jalanan lalu menjadi pelaku kriminal. Maka bagaimana bangsa ini bisa selamat bila generasi penerus bangsanya tidak diurus dengan cara yang Islami?

وَمَا أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ بِالَّتِي تُقَرِّبُكُمْ عِنْدَنَا زُلْفَى إِلَّا مَنْ ءَامَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا فَأُولَئِكَ لَهُمْ جَزَاءُ الضِّعْفِ بِمَا عَمِلُوا وَهُمْ فِي الْغُرُفَاتِ ءَامِنُونَ

“Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam surga).”(QS. Saba: 37).

لَنْ تَنْفَعَكُمْ أَرْحَامُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَفْصِلُ بَيْنَكُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Karib kerabat dan anak-anakmu sekali-kali tiada bermanfa`at bagimu pada hari Kiamat. Dia akan memisahkan antara kamu. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”(QS. al-Mumtahanah: 3).

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”(QS. al-Munafiqun: 9).

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

 
back to top