Minggu, 23 September 2012

Pedagang-Pedagang Yang Diberkahi Allah-2

Imam al-Hakim meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah saw. berkata, “Sesungguhnya para pedagang itu adalah pelaku perbuata keji.” Para sahabat sontak terkejut dan bertanya, “Wahai Rasulullah, bukankah Allah telah menghalalkan jual beli?” Nabi saw. menjawab;

بَلَى ، وَلَكِنَّهُمْ يَحْلِفُونَ فَيَأْثَمُونَ وَيُحَدِّثُونَ فَيَكْذِبُونَ
“Benar, akan tetapi mereka bersumpah (paslu) maka mereka berdosa, mereka berkata-kata maka mereka berbohong.”

Menjadi pedagang memang kerap digoda untuk melipatgandakan keuntungan dengan cara-cara curang. Atau, ketika khawatir barang dagangan mereka tidak ada yang membeli maka mereka bersumpah palsu. Sering kita mendengar kalimat klise ‘barang ini kualitas no.1’, ‘sumpah, saya hanya mengambil keuntungan sedikit.’, dsb. Itu adalah bagian dari ‘kebiasaan’ para pedagang yang ingin melariskan barang dagangannya.

Kebiasaan inilah yang ditegur oleh Nabi saw. dengan mengatakan bahwa para pedagang itu pelaku perbuatan keji, manakala melakukan semua itu. Beliau menginginkan para pedagang untuk mencari keuntungan. Buat apa keuntungan berlipat tapi menghilangkan keberkahan dalam perdagangan. Rasulullah saw. bersabda:
الْحَلِفُ مُنَفِّقَةٌ لِلسِّلْعَةِ مُمْحِقَةٌ لِلْبَرَكَةِ
“Sumpah itu mendatangkan keuntungan (tetapi) menghapuskan berkah.”(HR. Bukhari).

Oleh karena itu Islam memberikan pedoman bagi para pedagang agar usaha yang mereka gulirkan mendatangkan untung lagi membawa berkah. Di antaranya yang disabdakan oleh Nabi saw.:        

إنَّ أَطْيَبَ الْكَسْبِ كَسْبُ التُّجَّارِ الَّذِينَ إذَا حَدَّثُوا لَمْ يَكْذِبُوا ، وَإِذَا ائْتُمِنُوا لَمْ يَخُونُوا ، وَإِذَا وَعَدُوا لَمْ يُخْلِفُوا ، وَإِذَا اشْتَرَوْا لَمْ يَذُمُّوا ، وَإِذَا بَاعُوا لَمْ يَمْدَحُوا ، وَإِذَا كَانَ عَلَيْهِمْ لَمْ يَمْطُلُوا ، وَإِذَا كَانَ لَهُمْ لَمْ يُعَسِّرُوا

Artinya: Dari Mu’adz bin Jabal, bahwa Rasulullah Saw bersabda; ”Sesungguhnya sebaik-baik usaha adalah usaha perdagangan yang apabila mereka berbicara tidak berdusta, jika berjanji tidak menyalahi, jika dipercaya tidak khianat, jika membeli tidak mencela produk, jika menjual tidak memuji-muji barang dagangan, jika berhutang tidak melambatkan pembayaran, jika memiliki piutang tidak mempersulit” (H.R.Baihaqi dan dikeluarkan oleh As-Ashbahani).

Tiga karakter pedagang yang baik di awal sebagaimana sabda Nabi, adalah lawan dari orang munafik; menjauhkan diri dari dusta, ingkar janji dan pengkhianatan. Apakah mau para pedagang dimasukkan ke dalam golongan kaum munafik? Sementara Allah telah berfirman:

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرً
“Sesungguhnya orang munafik itu berada di kerak neraka dan tidak ada bagi mereka penolong.”(QS. an-Nisaa: 145).
           
Sifat kedua dan ketiga yang membawa keberkahan bagi pedagang adalah tidak mencela barang ketika membeli dan tidak memuji-muji saat menjualnya. Inilah tabiat umum yang seharusnya dijauhi seorang pedagang muslim. Godaan pedagang adalah ingin mendapatkan barang dagangan dengan harga semurah-murahnya. Lalu perilaku yang muncul adalah mencela barang tersebut dari petani, produsen atau penjual yang lain, agar harganya jatuh murah.

Tapi saat menjualnya ia ingin mendapatkan keuntungan yang besar, jadilah ia memuji-muji barang itu di depan konsumen, agar mau membelinya dan percaya bahwa barang itu memang bermutu.

Prinsip berikutnya yang membuat Allah memuliakan seorang pedagang adalah dalam urusan hutang piutang. Adakalanya jual beli dilakukan tidak secara tunai, melainkan dengan cara hutang-piutang, untuk itu para pedagang diminta memperhatikan hukum syara. Tabiat manusia adalah memperlambat pembayaran hutang ketika jatuh tempo. Banyak dalih dikeluarkan untuk menunda pembayarannya. Padahal Nabi saw. bersabda:
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ فَإِذَا أُتْبِعَ أَحَدُكُمْ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتْبَعْ
“Penundaan pembayaran hutang oleh orang kaya adalah kezaliman, dan jika seseorang di antara kamu terkena tipudaya orang kaya, hendaklah dia diperdaya pula.”(Muttafaq Alayh).

Tetapi jika pedagang menagih hutang selalu minta agar segera dibayar. Terkadang tanpa memandang kesulitan orang yang terlilit hutang tersebut. Karena itu Nabi saw. mengajarkan para pedagang agar bersikap sebaliknya, memberi kemudahan dan kesempatan pembayaran bagi orang yang berhutang pada mereka. Allah menjanjikan keberkahan dan ganjaran pahala yang besar bagi para pedagang yang melakukan hal tersebut. Sabda Nabi saw.:

مَنْ نَفَّسَ عَنْ غَرِيمِهِ أَوْ مَحَا عَنْهُ كَانَ فِي ظِلِّ الْعَرْشِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Siapa yang memberi nafas (keringanan) kepada orang yang berhutang kepadanya atau menghapus sebagian daripadanya akan tinggal dalam naungan arsy pada Hari Kiamat.”(HR. Ahmad).

Alangkah indahnya bila para pedagang muslim memperhatikan adab-adab perdagangan dalam Islam. Perdagangan mereka barakah, pembeli diuntungkan, dan perekonomian umat berjalan tanpa kezaliman.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

 
back to top