قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ
فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ
بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya,
maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan
dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu
Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan".”(QS. al-Jumu’ah:
8).
Dibandingkan
yang berpikir untuk cepat mati, jauh lebih banyak orang yang berpikir dan
berharap jauh dari kematian. Mereka menginginkan umur yang panjang, bahkan
sebagian lagi tidak pernah berpikir tentang kematian. Seolah-olah kematian
adalah sesuatu yang tidak akan pernah datang kepada mereka. Mereka ingin
melupakan kenyataan bahwa setiap yang berjiwa pasti bakal mati.
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ
أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan
sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu.” (QS. ali
Imran: 185).
Mengapa
muncul pemikiran seperti itu? Bahwa kematian seolah masih jauh, atau malah
tidak akan pernah datang kepada manusia? Penyebabnya adalah karena
terbelenggunya hati dan akal manusia oleh hawa nafsu. Demikian bergejolaknya
hawa nafsu dalam dada seseorang, sehingga akal sehatnya tidak berjalan bahwa
umur manusia ada batasnya. Dan semua kenikmatan tidak akan bakal dinikmati lagi
saat nyawa terpisah dari raganya. Malaikat Jibril pernah mendatangi Rasulullah
saw. dan berpesan:
يَا مُحَمَّدُ
عِشْ مَا شِئْتَ فَإِنَّكَ مَيِّتٌ ، وَاعْمَلْ مَا شِئْتَ فَإِنَّك مَجْزِيٌّ بِهِ
، وَأَحْبِبْ مَنْ شِئْت فَإِنَّك مُفَارِقُهُ
“Wahai Muhammad, hiduplah sesukamu tetapi engkau akan
mati, berbuatlah sesukamu tetapi kamu akan mendapatkan balasan, dan cintailah
siapa saja yang engkau cintai tetapi engkau akan berpisah darinya.”(HR.
Thabrani).
Banyak petunjuk yang sebenarnya
bisa menggugah hati dan akal kita untuk memikirkan yang satu ini. Setiap waktu Allah
mengutus malaikat Izrail mencabut nyawa mahluk-mahluknya. Bahkan mungkin kita
juga pernah berta’ziyah kepada mereka yang meninggal dan mengantarkan mereka ke
liang lahad. Andai saja kita mau berpikir lebih mendalam, seharusnya itu
menggetarkan hati kita akan dahsyatnya kematian. Rasulullah saw. bersabda:
لَوْ تَعْلَمُ اَلْبَهَائِمُ مِنْ الْمَوْتِ مَا
تَعْلَمُونَ مَا أَكَلْتُمْ مِنْهَا سَمِيْنًا
“Andaikata hewan mengetahui kematian sebagaimana Bani
Adam mengetahui (akibat) kematian, maka niscaya kalian tidak akan menemukan
lemak dalam tubuhnya.”(HR. Bayhaqi dalam al-Sha’ab)
Di
sinilah urgen-nya melakukan zikrul mawt, mengingat kematian. Dengan
mengingat mati seseorang akan membatasi dirinya dengan hukum-hukum syara’. Ia
akan berusaha mengendalikan hawa nafsunya agar tidak menyeretnya ke dalam siksa
Allah SWT. Orang-orang yang mengingat kematian adalah orang-orang yang mulia.
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa seorang Anshar bertanya kepada Nabi saw. tentang
orang yang paling cerdas dan mulia. Nabi saw. menjawab:
أَكْثَرُهُمْ
لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الْأَكْيَاسُ
“Mereka yang paling banyak mengingat mati dan paling
banyak mempersiapkan kematian. Merekalah orang yang paling cerdas. Mereka akan
pergi dengan mendapatkan kehormatan dunia dan kemuliaan akhirat.”(HR. Ibnu
Majah).
Yang dimaksud mempersiapkan kematian di sini bukanlah sekedar menyiapkan kapling tanah untuk kuburan dan upacara kematian yang megah, tapi mempersiapkan amal soleh sebanyak-banyaknya. Serta senantiasa hati diliputi perasaan takut dan penuh harap. Takut bila mengingat beratnya hisab dari Allah dan kerasnya siksa bagi siapa saja yang mengabaikan ketaatan padaNya. Tapi juga penuh harap bahwa Allah akan berkenan menerima seluruh amal soleh yang kita kerjakan serta memberikan ampunan atas segala kesalahan.
Kematian
adalah sesuatu yang harus dipersiapkan setiap saat. Karena ia bisa datang
kapanpun, di manapun, dan kepada siapapun. Kematian juga tidak pandang apakah
kita siap atau tidak menghadapinya. Ketika ia datang tak ada kesempatan untuk
meminta penangguhan. Yang akan ada tinggallah penyesalan sebagaimana dikabarkan
Allah Ta’ala kepada kita. FirmanNya:
وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ
الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ
وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ
“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami
berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu;
lalu ia berkata: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)
ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku
termasuk orang-orang yang saleh?"”(QS. al-Munafiqun: 10).
Hidup
ini hanya sekali dan akan berakhir tanpa kita ketahui kapan akan tiba. Maka sungguh
merugi orang yang tidak memanfaatkan kesempatan emas di saat hidupnya untuk menjadi
muslim yang terbaik. Mencurahkan hidup untuk mendapatkan ridlo Allah
seluas-luasnya, dan menggunakan dunia sekedar sarana kehidupan bukan tujuan.
Betapa
banyak orang yang Allah beri umur yang
panjang, menyaksikan banyak kematian tapi tidak menjadikannya sebagai pelajaran
berharga untuk kian taat kepada Allah SWT. inilah sebenarnya orang yang merugi.š
Tidak ada komentar :
Posting Komentar