يَا
عَائِشَةُ ارْفُقِي فَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَرَادَ بِأَهْلِ بَيْتٍ خَيْرًا دَلَّهُمْ
عَلَى بَابِ الرِّفْقِ
“Wahai Aisyah! Berkasih sayanglah!
Sesungguhnya Allah jika menghendaki kebaikan kepada sebuah keluarga, Allah menunjukkan
mereka pada pintu kasih sayang.”(HR. Ahmad).
ثَلَاثَةٌ
مِنْ سَعَادَةِ ابْنِ آدَمَ الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ ، وَالْمَسْكَنُ الصَّالِحُ ،
وَالْمَرْكَبُ الصَّالِحُ ، وَثَلَاثَةٌ مِنْ شِقْوَةِ ابْنِ آدَمَ الْمَرْأَةُ السُّوءُ
، وَالْمَسْكَنُ السُّوءُ ، وَالْمَرْكَبُ السُّوءُ
“Di antara tanda
kebahagiaan anak Adam ada tiga, celakanya pun ada tiga. Kebahagiaan manusia ialah
beristrikan wanita salihah, bertempat tinggal di rumah yang baik dan memiliki
kendaraan yang baik. Celakanya manusia adalah istri yang jahat, rumah yang
buruk dan kendaraan yang jelek.”(HR. Ahmad).
Tidak
disangkal lagi bahwa rumah tangga yang berbahagia adalah bagian dari harapan
utama banyak orang, khususnya kaum muslimin. Sebagaimana pesan Nabi SAW. di
atas, bahwa di antara tanda kebahagiaan seorang suami adalah jika mendapatkan
istri yang solehah. Dan celakanya seorang suami adalah ketika mendapatkan istri
yang jahat.
Tentu
saja kebahagiaan rumah tangga tidak muncul secara otomatis. Harus ada ikhtiar
yang harus diupayakan oleh seorang muslim dan muslimah agar memperoleh
kebahagiaan tersebut. Ada beberapa pijakan yang harus dimiliki muslim dan
muslimah agar mendapatkan kebahagiaan dalam berumah tangga, yaitu:
Membangunnya
pada landasan akidah
Yang paling awal harus
dilakukan seorang pria adalah mencari calon istri yang taat kepada Allah SWT.
Ketaatan dan kesalehan adalah prioritas utama yang harus didahulukan seorang pria
saat akan membangun rumah tangganya. Sabda Nabi saw.:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا
وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ
يَدَاكَ
"Wanita
dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, karena keturunannya, karena
kecantikannya dan karena agamanya. Maka nikahilah yang memiliki agama, niscara
selamat dirimu."(HR.
Bukhari).
Demikian
pula seorang muslimah pun harus memilih calon suami yang memiliki dien yang baik. Apalagi suami adalah
imam dalam rumah tangga dan menjadi kepala pendidikan pertama bagi anak-anak
mereka kelak. Bila suami tidak memiliki komitmen ketaatan pada Allah, maka arah
rumah tangga bukan meniti ridlo Allah.
Karena
itu bangunan rumah tangga harus diletakkan di atas pondasi akidah. Keyakinan
bahwa keluarga adalah ladang amal soleh dan bukan sekedar untuk mendapatkan
kebahagiaan jasmani. Ikatan cinta yang dibangun bukan sekedar sehidup semati,
tapi hingga di akhirat kelak. Bersama masuk jannah yang dijanjikan Allah
Ta’ala.
ادْخُلُوا
الْجَنَّةَ أَنْتُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ تُحْبَرُونَ
“Masuklah kamu ke dalam surga, kamu dan
isteri-isteri kamu digembirakan."(QS. az-Zukhruf: 70).
Syariat
sebagai pedoman rumah tangga
Kebahagiaan
tidak mungkin dicapai tanpa syariat sebagai pedoman dalam berkeluarga. Hal itu
dikarenakan syariat telah memberikan pedoman hak dan kewajiban semua anggota
keluarga; suami serta istri, orang tua pada anak, dan anak pada orang tua,
bahkan dalam hubungan silaturahim. Misalnya, Islam mengajarkan pentingnya suami
menghargai istri. Sabda Nabi saw.:
لَا
يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah seorang pria beriman membenci
wanita beriman, jika ia tidak suka suatu perbuatannya, pasti ada juga perbuatan
lain yang menyenangkannya.”(hr. Muslim)
Syara’
pun menetapkan seorang suami wajib memberikan nafkah sebaik-baiknya kepada
anggota keluarganya. Memberinya tempat tinggal, makanan dan pakaian dengan cara
yang ma’ruf.
Menghiasi
keluarga dengan nafsiyyah Islamiyyah
Sebuah
keluarga tidak akan mencapai keharmonisan tanpa penguatan atas jiwa dengan
mendekatkan diri kepada Allah SWT. Adanya taqarrub kepada Allah akan memberikan
quwwatur ruhiyyah kepada keluarga dalam mengarungi medan kehidupan.
رَحِمَ
اللَّهُ رَجُلًا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى ثُمَّ أَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَصَلَّتْ
فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِي وَجْهِهَا الْمَاءَ وَرَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ
اللَّيْلِ فَصَلَّتْ ثُمَّ أَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَصَلَّى فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِي
وَجْهِهِ الْمَاءَ
“Semoga Allah merahmati seorang suami
yang bangun di malam hari untuk shalat kemudian ia membangunkan istrinya
sehingga ia sholat, maka jika ia tidur suaminya memercikkan air pada wajahnya,
dan semoga Allah merahmati seorang istri yang bangun malam lalu shalat, kemudian
ia membangunkan suaminya sehingga ia shalat, dan jika suaminya mengabaikannya,
istrinya memercikkan air pada wajahnya.”(HR. Nasa’iy).
Kerusakan keluarga yang
hari ini terjadi berupa broken home, perselingkuhan, maraknya perceraian,
karena rumah tangga tidak dilandasi pada akidah Islam dan pedoman syariat. Di
mana suami tidak menghargai istri, dan istri membangkang dari ketaatan terhadap
suaminya. Sementara anak tidak diberikan haknya dalam kasih sayang dan
pendidikan. Bila keluarga muslim ingin meraih sakinah, mawaddah dan rahmah,
maka hanya kembali pada Islam itu semua akan dapat diraih.š
Tidak ada komentar :
Posting Komentar