Kamis, 28 Februari 2013

Adab Memuji

أَنَا الْمَلِكُ أَيْنَ مُلُوكُ الْأَرْضِ
“Aku adalah Raja (al-Malik), di manakah raja-raja/para pemimpin dunia?”

Nabi saw. mengajarkan kaum muslimin agar berhati-hati dalam memberikan pujian kepada seseorang. Bahkan Beliau saw. mengingatkan umatnya agar tidak mengkultuskan diri Beliau sebagaimana kaum Nasrani mengkultuskan Isa bin Maryam as. Sabdanya:

لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
“Janganlah kalian memuja diriku sebagaimana orang-orang Nasrani memuja Isa bin Maryam, sesungguhnya aku adalah hambaNya, katakanlah; ‘hamba Allah dan rasulNya’.”(HR. Bukhari).

Pada hari ini sebagian kaum muslimin jatuh pada pemberian pujian yang berlebihan kepada orang yang mereka hormati. Sebagian pujian itu malah mendekati pemujaan atau pengkultusan, atau pentaqdisan. Orang yang mereka puji seolah orang yang suci dan mereka taqdiskan sedemikian rupa.

Budaya seperti ini bukanlah kebiasaan kaum muslimin. Dalam ajaran Islam pentaqdisan hanya diberikan kepada Allah SWT. dan bukan kepada yang lain. Budaya pentaqdisan hanya terjadi dalam agama di luar Islam. Seperti kaum Nasrani yang memuja-muja Isa bin Maryam.

Abu Musa al-Asy’ari ra. berkata; “Nabi saw. mendengar seorang memuji orang lain setinggi-tingginya, maka Nabi saw. bersabda:
أَهْلَكْتُمْ أَوْ قَطَعْتُمْ ظَهَرَ الرَّجُلِ
“Engkau telah mematahkan atau memotong punggung orang itu!”(Muttafaq alayh).

Ketika al-Miqdad melihat seseorang memuji Utsman, maka segera al-Miqdad jongkok dan menaburkan tanah kerikil ke mukanya. Maka Utsman bertanya, “Apa yang kau lakukan itu?” al-Miqdad menjawab, ”Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda:
إِذَا رَأَيْتُمُ الْمَدَّاحِينَ فَاحْثُوا فِي وُجُوهِهِمُ التُّرَابَ
“Jika engkau melihat orang memuji-muji, maka taburkanlah pada wajah mereka tanah.”(HR. Muslim).

Ibnu Baththal menyimpulkan bahwa larangan itu diperuntukkan bagi orang yang memuji orang lain secara berlebihan dengan pujian yang tidak layak dia terima. Dengan pujian ini orang yang dipuji tersebut, dikhawatirkan akan merasa bangga diri, karena orang yang dipuji mengira bahwa dia memang memiliki sifat atau kelebihan tersebut. Sehingga terkadang dia menyepelekan atau tidak bersemangat untuk menambah amal kebaikan karena dia sudah merasa yakin dengan pujian tersebut.

Demikian pula para ulama menjelaskan bahwa jika orang yang dipuji itu memiliki iman yang baik dan tidak khawatir akan muncul sikap sombong, maka tidak mengapa. Sebagaimana Nabi saw. pun acapkali memuji akhlak para sahabat.

Jika memuji orang yang beriman dan beramal soleh saja demikian ketat, maka bagaimana lagi jika pujian itu diberikan kepada orang yang sebenarnya adalah orang fasik. Sayangnya pada hari ini demikian mudah kaum muslimin memberikan sanjungan bahkan mengkultuskan orang yang keimanan dan keislamannya patut dipertanyakan. Ada orang yang disanjung bak pahlawan padahal pemikirannya sering melecehkan ajaran Islam serta tindakannya merugikan umat.

Terhadap hal ini Rasulullah saw. mengingatkan bahaya tindakan demikian. Sabda Nabi saw.:

لَا تَقُولُوا لِلْمُنَافِقِ سَيِّدٌ فَإِنَّهُ إِنْ يَكُ سَيِّدًا فَقَدْ أَسْخَطْتُمْ رَبَّكُمْ عَزَّ وَجَلَّ
“Janganlah kamu menyebut orang munafiq itu sayyid (tuan), kalau memang benar ia majikan berarti kamu telah memurkakan Rabbmu.”(HR. Abu Daud).

Hadits ini secara tegas melarang kaum muslimin untuk menyanjung orang munafiq. Yakni orang yang bermanis muka untuk mendapatkan keuntungan atau dukungan dari kaum muslimin padahal sebenarnya ingin menikam umat.

Larangan serupa juga berlaku bagi orang-orang fasik dan zalim. Kepada mereka dilarang untuk memberikan sanjungan atau gelar yang menunjukkan kehormatan. Karena sebenarnya Allah sudah menghinakan mereka akibat perbuatan nifak, fasik dan kezalimannya.

Lebih-lebih lagi kepada orang kafir yang nyata-nyata membahayakan kaum muslimin. Menciptakan makar untuk merusak dan memerangi kaum muslimin. Allah telah memberikan sebutan kepada mereka dengan sebutan yang buruk akibat kekufuran dan perbuatan mereka. FirmanNya:

إِنَّ شَرَّ الدَّوَابِّ عِنْدَ اللَّهِ الَّذِينَ كَفَرُوا فَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
“Sesungguhnya binatang (makhluk) yang paling buruk di sisi Allah ialah orang-orang yang kafir, karena mereka itu tidak beriman.”(QS. al-Anfal: 55).

Kita berlindung kepada Allah dari perilaku memberi sanjungan kepada orang-orang yang tidak diridloi Allah, khususnya kaum kuffar yang telah menyusahkan dan memerangi kaum muslimin.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar

 
back to top